MEMAHAMI MAKNA MAHAR PERNIKAHAN SEBENARNYA DI SERTAI MAHAR DENGAN AYAT SUCI AL QURAN


A.    PENGERTIAN  DAN DASAR HUKUM MAHAR
secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami Mahar untuk menimbulkan rasa cinta kasih  bagi seorang istri kepada calon suamnya. Atau untuk pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa(memerdekakan, mengajar, dII).1
            Kata berasal dari bahasa Arab yaitu   mahara-yamaharu-maharan. Lalu di bakukan dengan kata benda mufrad, yakni al-mahar, dan kini sudah di indonesiakan dengan kata yang sama, yakni mahar atau kebiasaan pembayaran dengan mas, mahar diidentikan dengan maskawin.
            Di kalangan Fuqaha, di samping kata mahar juga di gunakan istilah lainnya, yakni shadaqah, nihlah dan faridhah yang maksudnya adalah  mahar. Dengan pengertian tersebut, istilah mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita yang hukum nya wajib, tetapi tidak di tentukan bentuk dan jenisnya, besar dan kecilnya dalam al-Quran dan Hadits.
            Mazhab Hanafi mendefinisikan mahar sebagai harta yang menjadi hak istri, karena adanya akad perkawinan, disebabkan terjadinya senggama yang sesungguhnya. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan sesuatu yang menjadikan istri halal digauli. Mazhab Hambali mengemukakan nahwa mahar sebagai imbalan suatu perkawinan, baik disebutkan secara jelas dalam akad nikah, di tentukan setelah akad dengan persetujuan kedua belah pihak, maupun di tentukan oleh hakim.2
            Adapun dasar hukum menyerahan mahar itu di tetapkan dalam Al-Quran. Sebagai landasan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan mahar yaitu Surah An-Nisa ayat 4, 19,21 dan Surah Al-Baqarah ayat 237. Berikut Surah An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:
وَءَاُتوا االنِّسَاءَ صَدُ قَتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya: Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)                    sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (QS. An-Nisa: 4)
            Demikian juga firman Allah SWT:
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَئَاتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
Artinya: Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka,             berikanlah kepada mereka (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban.               (QS. An-Nisa: 24)               
Berangkat dari ayat ini para ulama menetapkan bahwa mahar itu hukumnya wajib      berdasarkan Al-Quran,Sunah,Ijma. Mahar oleh para ulama ditetapkan sebagai syarat sahnya nikah.
Rasulullah pun pernah mengatakan kepada seseorang yang ingin menikah pada masa itu :”Berilah maharnya sekalipum cincin dari besi”. ( HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hambal).
Baca juga
Akad Nikah
B.     MACAM MACAM MAHAR
Semua ulama sepakat bahwa hukum memberi mahar adalah wajib. Sedangkan macam-macam mahar dapat di bedakan menjadi dua yaitu: Mahar Musamma dan Mahar Mitsil.3
1.      MAHAR MUSAMMA
            Mahar musamma merupakan mahar yang telah jelas dan di tetapkan bentuk dan jumlahnya dakam Shighat Akad. Jenis mahar ini di bedakan lagi menjadi dua yaitu: Pertama Mahar Musamma Mu’ajjal, yakni mahar yang segera diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya. Menyegerakan pembayaran mahar termasuk perkara yang di sunnahkan dalam Islam. Kedua Mahar Musamma Ghairu Mu’ajjal, yakni mahar yang telah di tentukan jumlah dan bentuknya tapi di tangguhkan pembayarannya.
            Berkenaan dengan pembayaran mahar,maka wajib hukumnya apabila telah terjadi Dukhul. Ulama sepakat bahwa membayar mahar menjadi wajib telah berkhalwat(bersepi-sepian/berdua-duaan) dan juga telah dukhul.
            Membayar mahar apabila terjadi dukhul adalah wajib, sehingga jika belum terbayar maka jatuhnya utang piutang. Namun jika sang istri rela terhadap mahar yang belum terbayarkan oleh suaminya maka. Sementara suaminya telah meninggal, maka tidak wajib ahli warisnya membayarkan mahar tersebut.Jika istrinya tidak rela maka pembayaran mahar itu diambil dari hatra ahli warisnya oleh ahli warisnya.
            Apabila terjadi talak sebelum terjadinya dukhul, sementara bentuk dan jumlahnya telah ditentukan dalam akad, maka wajib membayar separuhnya saja dari yang telah ditentukan dalam mahar.
وان طلقتموهن من قبل ان تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف مافرضتم الا ان يعفون اويعفوا الذي بيده عقدة النكاح وان تعفوآ اقرب للتقوى ولاتنسوا الفصل بينكم ان الله بما تعملون بصير
“Jika kamu kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan    mereka,padahal sesungguhnya kamu telah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali isrti- istrimu telah  memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang iktan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat dengan taqwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan  diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2.MAHAR MITSIL
    Mahar Mitsil adalah mahar yang jumlah dan bentuknya menurut jumlah dan bentuk yang biasa di terima keluarga pihak istri karena tidak di tentukan sebelumnya dalam akad nikah. Atau mahar yang di ukur sepadan dengan mahar yang diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya,dengan mengingat status sosial, kecantikan dan sebagiannya.
    Bila terjadi demikian (mahar itu tidak disebut besar kadar pada saat sebelum atau ketika pernikahan), maka menurut ulama Hanafiyah mahar itu mengikut maharnya saudara perempuan pengantin wanita(bibi, anak perempuan bibi). Apabila tidak ada maka mitsil itu mengikut dengan ukaran wanita yang sederajat dengan dia.4
    Mahar mitsil di wajibkan dalam 3 kemungkinan.5 Dalam keadaan jumlah tidak menyebutkan1 sama sekali atau jumlahnya.
a.       Suami yang menyebutkan mahar musamma, namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar cacat seperti maharnya minuman keras.
b.       Suami menyebutkan mahar musamma, kemudiam suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahat tersebut dan tidak dapat di selesaikan.

C.SYARAT SYARAT MAHAR
    Mahar yang di berikan  kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai brikut:
1.      Mahar atau bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan harta atau benfa yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan  banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi  apabila maharnya sedikit tapi bernilai maka tetap akan sah nikahnya.
2.      Barangnya suci dan bisa di ambil manfaatnya. Maka tidak boleh memberikan mahar dengan khamar, babi dan darah serta bangkai, karena itu tidak mempunyai nilai menurut pangangan syari’at Islam. Itu adalah haram dan tidak berharga.
3.      Mahar bukan barang ghosob. Ghosob artinya mengambil barang milik orang lain tampa seizinnya, namun tak bermaksud untuk memilikinya akan di kembalikan kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghosob tidak sah. Harus di ganti dengan mahar mitsil, tetapi akad nikahnya tetap sah.
4.       Mahar itu tidak boleh berupa sesuatu yang tidak di ketahui bentuk, jenis, dan sifatnya.6
D.   KADAR MAHAR DALAM ISLAM
    Berdasarkan hadis , Nabi pernah menyuruh  untuk memberikan mahar berupa baju, cincin dari besi dan bacaan Al-Qur’an. Para ulama mazhab Syafi’i menetapkan bahwa tidak ada batasan minimal mengenai beberapa mahar yanh harus di berikan seorang lelaki. Hanya saja di sunahkan bagi seorang perempuan untuk tidak meminta terlalu berlebihan dalam mahar, berdasarkan hadist:
أَلَا لَا تَغْلُوا صُدُقَ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُ لَوْ كَانَ مَكْرُمَةً وَفِي الدُّنْيَا، أَوْتَقْوَىعِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، كَانَ أَوْلَاكُمْ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا أَصْدَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً مِنْنِسَائِهِ، وَلَا أُصْدِقَتْ امْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ، أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً
“Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, meskipun dia seseorang yang di muliakan di dunia atau seseorang yang terpelihara di akhirat. Adapun yang paling utama (dalam menghormati wanita) diantara kamu adalah Nabi SAW. Padahal tidaklah Rasulullah SAW memberi mahar kepada seorang pun dari istri-istri beliau dan tidak pula putri-putri beliau itu memberi mahar lebih dari dua belas uqiyah”.(Sunan Nasa’i, no.3349 dan Musnad Ahmad, no.285)
E.SIFAT SIFAT MAHAR
            Mahar boleh berupa uang, perabot rumah tangga, binatang,  jasa, harta perdagangan atau benda-benda lainnya yang mempunyai harga.7 Adapun syarat-syarat yang boleh di jadikan mahar adalah sebagai berikut:
a.       Jelas dan di ketahui bentuk dan sifatnya
b.      Barang tersebut milik sendiri secara kepemilikan penuh dengan arti memiliki dzat termasuk manfaatnya, jika salah satu saja, mahar tersebut tidak akan sah.
c.       Mahar tersebut memenuhi syarat untuk di perjual belikan, dalam arti kata  seperti babi, minuman keras, bangkai.
d.      Dapat diserahkan pada waktu akad atau waktu yang di janjikan dalam waktu akad atau waktu yang di janjikan.
Mengenai sifat-sifat mahar, ulama fuqaha berpendapat tentang sahnya pernikahan dengan suatu barang tertentu yang dikenal sifatnya, yakni tertentu jenis, besar dan sifatnya 8
F. HIKMAH MAHAR9
1.      Menunjukan kemuliaan kaum perempuan. Perempuanlah yamh dicari bukan mencari dan yang mencari adalah laki-laki
2.      Untuk menampakan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada istrinya sehingga pemberian itu sebagai pemberian, hadiah dan hibah bukan sebagai harga sang perempuan
3.      Sebagai lambang kesungguhan bahwa laki-laki bersungguh-sungguh dalam menikahi wanita tersebut.
4.       Bahwa islam meletakan tanggung jawab keluarga di tangan laki-laki (suami) karena dalam kemampuan fitrahnya dalam mengendalikan emosi (perasaan) lebih besar dari  perempuan. Laki laki lebih mampu mengatur kehidupan bersama ini oleh itu wajarlah jika laki-laki yang membayar mahar tersebut.









DAFTAR PUSTAKA
1.      Abdul Rahman I. Doi, 1196, Perkawinan Dalam Syari’at  Islam (Shari’ah The Islamic Law), Penerjemah: Drs. H. Basri Iba Asghary dan H. Wadi Masturi,S.E, Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. II h. 84
2.       Hasan, Ali, 2006, Pedoman Hidup Berumah Tangga, Jakarta: PT Siraja Prenada Media Group h. 84
3.      Ahmad Saebani Beni, 2009, Fiqh Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia h 275-279
4.      Rahman, Ghazali Abdul, Prof. Dr. MA,, 2010, Fiqh Munakahat, Jakarta:  CV Kencana h. 92-95
5.      Syarifuddin, Amir, 2009, HuKUM Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: CV Kencana h.89
6.      Rahman, Ghazali Abdul, 2003, Fiqih Munakahat “Seri Buku Daras”, Jakarta: PT Siraja Prenada Media Group h. 87-88
7.      Mughiyah, Muhammad Jawad, Al-Fiqh ‘Ala Al-Mazahib Al- Khamsah(Fiqh Lima Mazhab) Alih Bahasa Maksykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al- Kaff, cet, Ke-77, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2001 h. 365
8.      Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Terjemah Abdurrahman, A, Haris Abdullah, Juz 2, Cet. Ke-1, Semarang: CV. Asy- Syifa’, 1990 h. 393
9.      Qardhawi, Yusuf,1995, Fatwa- Fatwa Kontemporer ,Jilid II, Jakarta: CV Gema Insai Pers h. 478










                                                   

           
   
   






kuliah0nline Nama panggilan saya Devid. Saya sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi yang ada di sumatera barat dengan jurusan Hukum Keluarga

1 Response to "MEMAHAMI MAKNA MAHAR PERNIKAHAN SEBENARNYA DI SERTAI MAHAR DENGAN AYAT SUCI AL QURAN"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel