MEMAHAMI MAKNA MAHAR PERNIKAHAN SEBENARNYA DI SERTAI MAHAR DENGAN AYAT SUCI AL QURAN
Sunday, July 12, 2020
1 Comment
A.
PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM MAHAR
secara etimologi artinya
maskawin. Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib calon suami kepada
calon istri sebagai ketulusan hati calon suami Mahar untuk menimbulkan rasa
cinta kasih bagi seorang istri kepada
calon suamnya. Atau untuk pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada
calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa(memerdekakan, mengajar, dII).1
Kata
berasal dari bahasa Arab yaitu
mahara-yamaharu-maharan. Lalu di bakukan dengan kata benda mufrad, yakni
al-mahar, dan kini sudah di indonesiakan dengan kata yang sama, yakni mahar
atau kebiasaan pembayaran dengan mas, mahar diidentikan dengan maskawin.
Di
kalangan Fuqaha, di samping kata mahar juga di gunakan istilah lainnya, yakni
shadaqah, nihlah dan faridhah yang maksudnya adalah mahar. Dengan pengertian tersebut, istilah
mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh mempelai pria kepada mempelai
wanita yang hukum nya wajib, tetapi tidak di tentukan bentuk dan jenisnya,
besar dan kecilnya dalam al-Quran dan Hadits.
Mazhab
Hanafi mendefinisikan mahar sebagai harta yang menjadi hak istri, karena adanya
akad perkawinan, disebabkan terjadinya senggama yang sesungguhnya. Mazhab
Maliki mendefinisikannya dengan sesuatu yang menjadikan istri halal digauli.
Mazhab Hambali mengemukakan nahwa mahar sebagai imbalan suatu perkawinan, baik
disebutkan secara jelas dalam akad nikah, di tentukan setelah akad dengan
persetujuan kedua belah pihak, maupun di tentukan oleh hakim.2
Adapun
dasar hukum menyerahan mahar itu di tetapkan dalam Al-Quran. Sebagai landasan
ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan mahar yaitu Surah An-Nisa ayat 4,
19,21 dan Surah Al-Baqarah ayat 237. Berikut Surah An-Nisa ayat 4 yang
berbunyi:
وَءَاُتوا االنِّسَاءَ صَدُ قَتِهِنَّ نِحْلَةً
Artinya: Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan (QS.
An-Nisa: 4)
Demikian juga firman Allah SWT:
فَمَا
اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَئَاتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
Artinya:
Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban. (QS. An-Nisa:
24)
Berangkat dari ayat ini para ulama menetapkan bahwa
mahar itu hukumnya wajib berdasarkan
Al-Quran,Sunah,Ijma. Mahar oleh para ulama ditetapkan sebagai syarat sahnya
nikah.
Rasulullah pun pernah mengatakan kepada seseorang
yang ingin menikah pada masa itu :”Berilah maharnya sekalipum cincin dari
besi”. ( HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad bin Hambal).
Baca juga
Akad Nikah
Baca juga
Akad Nikah
B. MACAM MACAM MAHAR
Semua ulama sepakat bahwa hukum memberi mahar adalah
wajib. Sedangkan macam-macam mahar dapat di bedakan menjadi dua yaitu: Mahar
Musamma dan Mahar Mitsil.3
1. MAHAR MUSAMMA
Mahar musamma
merupakan mahar yang telah jelas dan di tetapkan bentuk dan jumlahnya dakam
Shighat Akad. Jenis mahar ini di bedakan lagi menjadi dua yaitu: Pertama Mahar
Musamma Mu’ajjal, yakni mahar yang segera diberikan oleh calon suami kepada
calon istrinya. Menyegerakan pembayaran mahar termasuk perkara yang di
sunnahkan dalam Islam. Kedua Mahar Musamma Ghairu Mu’ajjal, yakni mahar yang
telah di tentukan jumlah dan bentuknya tapi di tangguhkan pembayarannya.
Berkenaan dengan pembayaran
mahar,maka wajib hukumnya apabila telah terjadi Dukhul. Ulama sepakat bahwa
membayar mahar menjadi wajib telah berkhalwat(bersepi-sepian/berdua-duaan) dan
juga telah dukhul.
Membayar mahar apabila terjadi
dukhul adalah wajib, sehingga jika belum terbayar maka jatuhnya utang piutang.
Namun jika sang istri rela terhadap mahar yang belum terbayarkan oleh suaminya
maka. Sementara suaminya telah meninggal, maka tidak wajib ahli warisnya
membayarkan mahar tersebut.Jika istrinya tidak rela maka pembayaran mahar itu
diambil dari hatra ahli warisnya oleh ahli warisnya.
Apabila terjadi talak sebelum
terjadinya dukhul, sementara bentuk dan jumlahnya telah ditentukan dalam akad,
maka wajib membayar separuhnya saja dari yang telah ditentukan dalam mahar.
وان
طلقتموهن من قبل ان تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف مافرضتم الا ان يعفون اويعفوا
الذي بيده عقدة النكاح وان تعفوآ اقرب للتقوى ولاتنسوا الفصل بينكم ان الله بما تعملون
بصير
“Jika kamu kamu menceraikan
istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka,padahal sesungguhnya kamu telah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali isrti-
istrimu telah memaafkan atau dimaafkan
oleh orang yang memegang iktan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat dengan
taqwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan
diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2.MAHAR MITSIL
Mahar
Mitsil adalah mahar yang jumlah dan bentuknya menurut jumlah dan bentuk yang
biasa di terima keluarga pihak istri karena tidak di tentukan sebelumnya dalam
akad nikah. Atau mahar yang di ukur sepadan dengan mahar yang diterima oleh
keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya,dengan mengingat status
sosial, kecantikan dan sebagiannya.
Bila
terjadi demikian (mahar itu tidak disebut besar kadar pada saat sebelum
atau ketika pernikahan), maka menurut ulama Hanafiyah mahar itu mengikut
maharnya saudara perempuan pengantin wanita(bibi, anak perempuan bibi). Apabila
tidak ada maka mitsil itu mengikut dengan ukaran wanita yang sederajat dengan
dia.4
Mahar
mitsil di wajibkan dalam 3 kemungkinan.5 Dalam keadaan jumlah tidak
menyebutkan1 sama sekali atau jumlahnya.
a.
Suami
yang menyebutkan mahar musamma, namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang
ditentukan atau mahar cacat seperti maharnya minuman keras.
b.
Suami menyebutkan mahar musamma, kemudiam
suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahat tersebut dan tidak dapat
di selesaikan.
C.SYARAT SYARAT
MAHAR
Mahar
yang di berikan kepada calon istri harus
memenuhi syarat-syarat sebagai brikut:
1.
Mahar
atau bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan harta atau benfa yang tidak
berharga, walaupun tidak ada ketentuan
banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila maharnya sedikit tapi bernilai maka
tetap akan sah nikahnya.
2.
Barangnya
suci dan bisa di ambil manfaatnya. Maka tidak boleh memberikan mahar dengan
khamar, babi dan darah serta bangkai, karena itu tidak mempunyai nilai menurut
pangangan syari’at Islam. Itu adalah haram dan tidak berharga.
3.
Mahar
bukan barang ghosob. Ghosob artinya mengambil barang milik orang lain tampa
seizinnya, namun tak bermaksud untuk memilikinya akan di kembalikan kelak.
Memberikan mahar dengan barang hasil ghosob tidak sah. Harus di ganti dengan
mahar mitsil, tetapi akad nikahnya tetap sah.
4.
Mahar itu tidak boleh berupa sesuatu yang
tidak di ketahui bentuk, jenis, dan sifatnya.6
D. KADAR MAHAR DALAM ISLAM
Berdasarkan
hadis , Nabi pernah menyuruh untuk
memberikan mahar berupa baju, cincin dari besi dan bacaan Al-Qur’an. Para ulama
mazhab Syafi’i menetapkan bahwa tidak ada batasan minimal mengenai beberapa
mahar yanh harus di berikan seorang lelaki. Hanya saja di sunahkan bagi seorang
perempuan untuk tidak meminta terlalu berlebihan dalam mahar, berdasarkan
hadist:
أَلَا
لَا تَغْلُوا صُدُقَ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُ لَوْ كَانَ مَكْرُمَةً وَفِي
الدُّنْيَا، أَوْتَقْوَىعِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، كَانَ أَوْلَاكُمْ بِهِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا أَصْدَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً مِنْنِسَائِهِ، وَلَا أُصْدِقَتْ امْرَأَةٌ
مِنْ بَنَاتِهِ، أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ أُوقِيَّةً
“Janganlah kamu
berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, meskipun dia seseorang yang
di muliakan di dunia atau seseorang yang terpelihara di akhirat. Adapun yang
paling utama (dalam menghormati wanita) diantara kamu adalah Nabi SAW. Padahal
tidaklah Rasulullah SAW memberi mahar kepada seorang pun dari istri-istri beliau
dan tidak pula putri-putri beliau itu memberi mahar lebih dari dua belas
uqiyah”.(Sunan Nasa’i, no.3349 dan Musnad Ahmad, no.285)
E.SIFAT SIFAT
MAHAR
Mahar
boleh berupa uang, perabot rumah tangga, binatang, jasa, harta perdagangan atau benda-benda lainnya
yang mempunyai harga.7 Adapun syarat-syarat yang boleh di jadikan
mahar adalah sebagai berikut:
a.
Jelas
dan di ketahui bentuk dan sifatnya
b.
Barang
tersebut milik sendiri secara kepemilikan penuh dengan arti memiliki dzat
termasuk manfaatnya, jika salah satu saja, mahar tersebut tidak akan sah.
c.
Mahar
tersebut memenuhi syarat untuk di perjual belikan, dalam arti kata seperti babi, minuman keras, bangkai.
d.
Dapat
diserahkan pada waktu akad atau waktu yang di janjikan dalam waktu akad atau
waktu yang di janjikan.
Mengenai
sifat-sifat mahar, ulama fuqaha berpendapat tentang sahnya pernikahan dengan
suatu barang tertentu yang dikenal sifatnya, yakni tertentu jenis, besar dan
sifatnya 8
F. HIKMAH MAHAR9
1.
Menunjukan
kemuliaan kaum perempuan. Perempuanlah yamh dicari bukan mencari dan yang
mencari adalah laki-laki
2.
Untuk
menampakan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada istrinya sehingga
pemberian itu sebagai pemberian, hadiah dan hibah bukan sebagai harga sang perempuan
3.
Sebagai
lambang kesungguhan bahwa laki-laki bersungguh-sungguh dalam menikahi wanita
tersebut.
4.
Bahwa islam meletakan tanggung jawab keluarga
di tangan laki-laki (suami) karena dalam kemampuan fitrahnya dalam
mengendalikan emosi (perasaan) lebih besar dari
perempuan. Laki laki lebih mampu mengatur kehidupan bersama ini oleh itu
wajarlah jika laki-laki yang membayar mahar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abdul
Rahman I. Doi, 1196, Perkawinan Dalam Syari’at Islam (Shari’ah The Islamic Law),
Penerjemah: Drs. H. Basri Iba Asghary dan H. Wadi Masturi,S.E, Jakarta: PT
Rineka Cipta, Cet. II h. 84
2.
Hasan, Ali, 2006, Pedoman Hidup Berumah
Tangga, Jakarta: PT Siraja Prenada Media Group h. 84
3.
Ahmad
Saebani Beni, 2009, Fiqh Munakahat, Bandung: CV Pustaka Setia h 275-279
4.
Rahman,
Ghazali Abdul, Prof. Dr. MA,, 2010, Fiqh Munakahat, Jakarta: CV Kencana h. 92-95
5.
Syarifuddin,
Amir, 2009, HuKUM Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: CV Kencana
h.89
6.
Rahman,
Ghazali Abdul, 2003, Fiqih Munakahat “Seri Buku Daras”, Jakarta: PT
Siraja Prenada Media Group h. 87-88
7.
Mughiyah,
Muhammad Jawad, Al-Fiqh ‘Ala Al-Mazahib Al- Khamsah(Fiqh Lima Mazhab)
Alih Bahasa Maksykur A.B., Afif Muhammad, Idrus Al- Kaff, cet, Ke-77, Jakarta:
PT. Lentera Basritama, 2001 h. 365
8.
Rusyd,
Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Terjemah Abdurrahman, A, Haris Abdullah, Juz
2, Cet. Ke-1, Semarang: CV. Asy- Syifa’, 1990 h. 393
9.
Qardhawi,
Yusuf,1995, Fatwa- Fatwa Kontemporer ,Jilid II, Jakarta: CV Gema Insai
Pers h. 478
Bismillah semoga nambah ilmu kita
ReplyDelete