Khitbah Itu Apa Sih?
Thursday, July 2, 2020
Add Comment
A. PENGERTIAN KHIYBAH DAN DASAR HUKUMNYA
Khitbah adalah permintaan seorang
laki-laki untuk menguasai seseorang wanita tertentu dari keluarganya dan bersekutu
dalam urusan kebersamaan hidup.Atau dapat pula di artikan seseorang laki-laki menampakkan kecintaannya untuk menikahi
seseorang wanita yang halal secara syara’..Adapun pelaksanaannya beragam
seperti adakalanya peminangi tu sendiri yang meminta langsung kepada yang bersangkutan
,atau melalui keluarga , dan melalui utusan seseorangyang dapat dipercaya untuk
meminta orang yang dikehendak.[1]
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki
kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai.
Meminang dengan cara tersebut diperbolehkan dalam agama Islam terhadap gadis atau
janda yang telah habis iddahnya. Kecuali perempuan yang masih dalam iddahba’in sebaiknya
dengan sindiran saja.[2]
Menurut Rahmat Hakim
(2000:47-51), meminang atau khitbah
mengandung arti permintaan, yang menurut adat merupakan bentuk pernyataan dari satu
pihak kepada pihak lain dengan maksud untuk mengadakan ikatan perkawinan.
Baca juga :
2.DasarHukum Khitbah
Hukum Khitbah dalam pandanganImam Syafi’ia dalah sunah
Karena RasullahSAW melakukannya ketika beliau meminang Siti Aisyah binti Abu Bakar
dan Hafshah binti Umar bin Khatab. “Dari Urwah, bahwasanya Rasullah SAW telah
meminang SitiAisyah kepada Abu Bakar.Abu Bakar berkata
kepada RasullahSAW: “saya ini hanyalah saudaramu ”Rasullah Saw menjawab: “ya, saudara
saya seagama, dan karenanya di (SitiAisyah)
halal bagi saya”(HR.Bukhari).[3]
Khitbah bisa berhukum makruh jika
kedua pasangan Melakukan ihram. Ha tersebut berdasarkan hadis: “Dari UstmanBinaffan RA berkata: Rasullah SAW bersabda s:eorang laki-laki yangsedang
berihram (memakai pakaian ihram dalam berhaji atau umrah) tidak dapat (dilarang) dinikahkan
dan dilarang melakukan akad nikah,tidak dapat (dilarang) dinikahkan dan
dilarang melakukan lamaran atau dilamar.”(HR.Muslim).
Dari hadits tersebut termaktub bahwa
agama merupakan unsur utama dalam memilih pasangan, karena pernikahan bukan semau
untuk duniawi, bukan semata melampiaskan
nafsu, bukan semata rutinitas yang harus dijalani sesuai sunah Nabi namun dibalik
pernikahan mensiratkan tujuan untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah ,rahmah
,serta berkah didunia sampai akhirat.
Jumhur ulama mengatakan bahwa khitbah itu tidak wajib, Sedangkan DaudAz-Zhahiri
mengatakan bahwa pinangan itu wajib sebab meminang adalah suatu tindakan menuju
kebaikan. Walaupun para ulama mengatakan tidak wajib,khitbah hampir dipastikan
dilaksanakan,dalam keadaan mendesak atau dalam kasus-kasus“kecelakaan.[4]
B.PerempuanYangBolehDikhitbah
Syariat Islam memperbolehkan pandangan
terhadap wanita terpinang, padahal asalnya haram memandang wanita lain yang bukan
mahram. Hal ini didasarkan pada kondisi darurat, yakni unsur keterpaksaan untuk
melakukan hal tersebut karena masing-masing calon pasangan memang harus
mengetahui secara jelas permasalahan orang yang akan menjadi teman hidup dan
secara khusus perilakunya. Dalam hukum Islam, tidak dijelaskan tentang
cara-cara pinangan. Hal itu memberikan peluang
bagi kita untuk mengikuti adat istiadat yang berlaku. Upacara pinangan atau
tunangan dilakukan dengan berbagai variasi. Cara sederhana adalah pihak orangtua
calon mempelai laki-laki mendatangi pihak calon mempelai perempuan dan mengutarakan
maksudnya kepada calon besan. Dalam acara pertunangan biasanya dilakukan tukar
cincin. Dengan penjelasan diatas, perempuan yang boleh dipinang adalah sebagai berikut:
1.Perempuan yang tidak sedang dalam pinangan oranglain.
2.Perempuan yang tidak sedang dalam masa iddahraj’iyah.
3.Tidak ada larangan syar’i untuk dinikahi.
4.Perempuan yang masa iddah karena ditalak ba’in, sebaiknya dipinang
secararahasia.[5]
Sebagian ulama mengatakan bahwa
melihatperempuan yang akan dipinang itu boleh saja. Mereka beralasan pada hadis
Rasullah SAW, berikut:
ااذاخطبطاهدكمامرأةفلاجناحعليهانينظرمنهااذاكان
انماينظراليهالخطبةوانكانتلاتعلم(رواهاحمد)
انماينظراليهالخطبةوانكانتلاتعلم(رواهاحمد)
Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang yang perempuan
,diaboleh melihat perempuan itu, asal saja melihatnya semata-mata untuk mencar iperjodohan, baik diketahui oleh perempuan itu atau
pun tidak, Ada pula sebagian ulam ayang berpendapat
bahwa melihat perempuan
yang akan dipinang itu hukumnya sunat.Sabda RasullahSAW:
اذخطباحدكمالمرأةفإناستطاعانينظرمنهاالىمايدعوه
الىنكاحهافليفعل
(رواهاحمدوابوداود)
Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, sekiranya
ia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginanya
pada pernikahan, maka lakukanlah.
Dari kesimpulan diatas, maka batasan anggota badan yang
boleh dilihal adalah sebagai berikut:
1.
Jika
yang melihatnya sama-sama perempuan, seluruh anggota badannya boleh dilihat. Perempuan
yang diutus oleh pihak laki laki harus mengatakan sejujur-jujurnya tentang
keadaan perempuan tersebut sehingga pihakl aki-laki tidak tertipu.
2.
Jika
yang melihatnya pihak laki-laki, yang diperbolehkan hanya muka dan telapak tangan,
karena selain itu merupakan aurat yang haram dilihat.
C.Karakteristik Khitbah
Diantara hal yang disepakati mayorita
sulama Fiqih, Syariat dan perundang-undangan bahwa tujuan pokok Khitbah adalah berjanji
akan menikah, belum ada akad nikah.Khitbah tidak mempunyai hak dan pengaruh seperti
akad nikah.Dalam akad nikah, memiliki ungkapan khusus (ijab Qabul) dan
seperangkat persyaratan tertentu. Dengan demikian, segala sesuatu yang tidak demikian
bukan akad nikah secara syara’.[6] Jika seseorang peminang diwajibkan atas sesuatu
sebab pinangan yaitu, berarti ia harus melaksanakan aka dnikah sebelum memenuhi
segala sebab yang menjadi kerelaan. Akan tetapi dalam perjanji akad nikah tidak
harus dipenuhi, karena penetapan janji ini menurut keberlangsungan akad nikah bagi
orang yang tidak ada kerelaan.
Pinangan (khitbah) tidak sah kecuali dua syarat, yaitu:[7]
a.Seorang wanita yang baik diakad nikahi
1.Wanita Ber-iddah Talak Raj’i
Para fuqaha’ sepakat keharaman meminang
wanita dalam masa tunggu (iddah) talakraj’i (suami boleh kembali pada istri karena
talaknya belum mencapai tiga kali) baik menggunakan bahasa yang tegas dan jelas
maupun menggunakan bahasa samaran atau bahasa sindiran.
2.Wanita Ber-iddah Talak Ba’in
Tidak ada perselisihan dikalangan fuqaha’
bahwa tidak boleh meminang wanita masa iddah talak ba’inqubra (talak ba’in besar
yakni tiga kali cerai) dengan kalimat yang jelas. Kecuali dengan menggunakan
kalimat samaran atau sindiran,jumhur ulama memperbolehkan sekalipun ulama
Hanafiyah tidak memperbolehkan.
3.Wanita Ber-iddah Talak Ba’in Suqra
Yang dimaksud adalah wanita yang telah
tercerai dua kali, Seperti ini halal bagi suami rujuk kembali deangan akad nikah
dan mahar baru dan tidak dipersyaratkan seperti talak ba’in qubra (wanita tertalak
tiga kali).
4.Wanita Ber-iddah karena Khulu’ atau Fasakh
Wanita ber-iddah karena khulu’ atau fasakh
karena suaminya miskin atau menghilang, tidak pernah pulang. Hukum meminang sindiran
terhadap kedua wanita tersebut terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama. Fuqaha’
sepakat bahwa masing masing wanita tersebut tidak boleh dipinang secara jelas dari
selain suami pencerai. Bagi suami pencerai boleh saja memperjelas atau menyindir
pinangan selain wanita ber-iddah talak bain qubra,
baginya
haram hingga wanitai tu dinikahi laki-laki lain yang telah berhubungan intim
kemudian dipisah dengan cerai atau dengan yang lain dan telah habis masa iddahnya.
5.Wanita
Ber-iddah karena Kematian Suami
Fuqaha’ sepakat tidak boleh meminang
secara jelas terhadap Wanita ber-iddah dari kematian suami sebagaimana kesepakatan
diperbolehkannya meminang dengan sindiran. Hikmah diperbolehkannya sindiran dalam
pinangan disini bahwa hubungan antara wanita dan suami yang telah selesai yang disebabkan
kematian sehingga tidak ada jalan untuk menyatukan kembali antara mereka berdua.
b.Wanita Belum Terpinang
1.Pengaruh Pinangan Haram Terhadap
Akad Nikah
Mayoritas fuqaha dan periwayatan Imam
Malik berpendapat bahwa akad nikah itu
sah dari berbagai segi jika memenuhi beberapa rukun dan syarat sah. Tidak ada
pengaruh haram terhadap akad yang telah memenuhi
nilai-nilainya. Sesungguhnya yang menimbulkan pengaruh adalah jika peminang
berdosa menurut agama karena menyalahi syariat.
2.Dampak Pindah Pinangan
Perjanjian dalam suatu akad tidak
mempunyai kekuatan yang bersifat kewajiban atau keharusan. Oleh karena itu, boleh
saja bagi masing-masing pihak merusak pinangannya dan
meninggalkannya tanpa ada pemilikan pada pihak lain dengan sebenarnya
seperti pemilikan pernikahan.
D.Akibat-akibat dari terjadinya peminangan
Peminangan merupakan langkah awal
dalam proses pernikahan.Dimana melalui peminangan iniseorang yang meminang dan
yang dipinang dapat mengenal lebih dalam, sehingga kelak setelah menjadi suami istri
tidak menimbulkan penyesalan serta kekecewaan bagi kedua belah pihak. Secara
prinsip peminangan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan belum berakibat
hukum, sebagaimana dijelaskan dalam Komplikasi Hukum Islam (KHI)BabIII, pasal 13
tentang peminangan, sebagai berikut:
1)
Pinangan
belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan
pinangan.
2)
Kebebasan
memutuskan hubungan pinangan dilakukan dengan tata cara yang baik dan susuai
dengan tuntutan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan
dan saling menghargai.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui
peminangan tidak mempunyai akibat hukum, akan tetapi ketika peminangan telah dilakukan
,maka timbul konsekuensi dari peminangan tersebut, yaitu:
a.
Meskipun
peminangan tidak memiliki akibat hukum, Tetapi perempuan yang sudah dipinang oleh
seorang laki laki dan telah diterimanya,
maka tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain , kecuali jika diizinkan oleh
laki-laki pertama. Bahkan jumhur ulama sepakat mengharamkan meminang perempuan yang
telah dipinang oleh orang lain.
b.
Setelah
tejadi peminangan maka laki-laki yang meminang boleh melihat muka dan tangan
perempuan yang di pinangnya serta mengenal iantara keduanya.
c.
Akad
peminangan tidak bearti akad nikah,sehingga laki laki dan perempuan yang melakukan
khitbah tidak boleh bergaul seperti layaknya suami istri.[9]
E.Hikmah dan Tujuan Khitbah
1.Hikmah Khitbah
Ada beberapa hikmah dari prosesi peminangan, diantaranya:
a.
.Wadah
pengenalan antara dua belah pihak yang akan melakukan pernikahan. Dalam hal ini,
mereka akan saling mengetahui tata etika calon pasanganny amasing-masing.
b.
Sebagai
penguat ikatan perkawinan yang akan diadakan sesudah itu, karena dengan peminangan
itu kedua belah pihak dapat saling mengenal.
c.
Menumbuhkan
ketentraman jiwa. Dengan peminangan, apalagi telah ada jawaban penerimaan akan menimbulkan
perasaan kepastian pada kedua belah pihak.
d.
Menjaga kesucian diri menjelang pernikahan. Dengan
adanya pinangan, masing masing pihak akan lebih menjag kesucian diri. Mereka merasa tengah
mulai menapaki perjalanan menuju kehidupan rumah tangga, oleh karena itu mereka
senantiasa menjaga diri agar terhindar dari hal-hal yang akan merusak kebahagiaan
pernikahan nantinya.
e.
Melengkapi
persiapan diri, pinangan juga mengandung hikmah bahwa kedua belah pihak dituntut
untuk melengkapi persiapan diri guna menuju pernikahan.[10]
2.Tujuan Khitbah
Pada dasarnya tujuan peminangan dengan
perkawinan tidak jauh berbeda. Secara eksplisit, tujuan dari peminangan memang tidak
disebutkan sepertihalnya dalam perkawinan, namun secara implisit, tujuan dari pada
peminangan dapat dilihat dari syarat-syarat peminangan. Peminangan itu sendiri mempunyai
tujuan, tidak lainya itu untuk menghindar dari kesalah pahaman antara kedua belah
pihak, dan juga agar perkawinan itu sendiri berjalan atas pemikiran yang mendalam
dan mendapat hidayah. Lebih jauh lagi, suasana
kekeluargaan nantinya akan berjalanan antara suami istri, dan anggota keluarga lainnya.
Dalam buku Al-ahwal Al-Syakhsiyya, Abu Zahrah
menyatakan bahwa tujuan peminangan tidak lain adalah sebagai ajang, bahwasanya pasangan
yang hendak melansungkan pernikahan dapat saling melihat antara pihak perempuan
dan pihak laki-laki agar tidak terjadi suatu penyesalan, karena dikatakan bahwa melihat merupakan cara
terbaik mengetahui akan suatu hal.
FOOTNOTE
1 Abdul Aziz Muhammad
Azzam, Fiqih Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009, hlm.8.
2 Boedi Abdullah,M.Ag,
Pengantar Hukum Keluarga, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011,hlm.69-70.
3 Eliyyil Akbar,Ta’aruf
dalam Khitbah Perspektif Syafi’i dan Ja’fari , hlm.58.
4 Boedi Abdullah,
Pengantar Hukum Keluarga, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hlm.70.
5 Ibid,hlm.71
6 Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, Jakarta:Amzah,
2009, hlm.8-9.
7 Abdul Aziz Muhammad
Azzam, Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009, hlm.18-25.
8 Ibid,hlm.28-32
9 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Hida karya Agung,
Cet.X,1983) Hlm.12-13
10 Sayyid Sabiq, Fikih Sunah
,( Bandung: Al-Ma’arif,1990} Hlm.45
0 Response to "Khitbah Itu Apa Sih?"
Post a Comment